Nama : Putra dadang herianto
Nim : E10011035
Kelas : A
Mengenal
Aneka Sapi di Dunia
1.1.1.
Sapi Tipe Potong
1.1.2.
Sapi Tipe Pekerja
1.1.3.
Sapi Tipe Perah
Untuk
Itu Kita Bahas Satu-Persatu
Sapi
tipe potong adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi daging
dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan komposisi perbandingan protein dan
lemak seimbang hingga umur tertentu. Sapi potong pada umumnya mempunyai
ciri-ciri :
•
Bentuk tubuh yang lurus dan padat
•
Dalam dan lebar,
•
Badannya berbentuk segi empat dengan semua bagian badan penuh berisi daging.
Sapi-sapi yang termasuk dalam tipe sapi potong diantaranya : Sapi Brahman, Sapi Ongole, Sapi Sumba Ongole (SO), Sapi Hereford, Sapi Shorthorn, Sapi Brangus, Sapi Aberden Angus, Sapi Santa Gartudis, Sapi Droughtmaster, Sapi Australian Commercial Cross, Sapi Sahiwal Cross, Sapi Limosin, Sapi Simmental, Sapi Peranakan Ongole.
Sapi-sapi yang termasuk dalam tipe sapi potong diantaranya : Sapi Brahman, Sapi Ongole, Sapi Sumba Ongole (SO), Sapi Hereford, Sapi Shorthorn, Sapi Brangus, Sapi Aberden Angus, Sapi Santa Gartudis, Sapi Droughtmaster, Sapi Australian Commercial Cross, Sapi Sahiwal Cross, Sapi Limosin, Sapi Simmental, Sapi Peranakan Ongole.
1.1.1.1.
Sapi Brahman
Brahman
merupakan sapi yang berasal dari India, termasuk dalam Bos indicus, yang
kemudian diekspor ke seluruh dunia. Jenis yang utama adalah Kankrej (Guzerat),
Nelore, Gir,dan Ongole. Sapi Brahman digunakan sebagai penghasil daging. Ciri-ciri
sapi Brahman mempunyai punuk besar, tanduk, telinga besar dan gelambir yang
memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada. Sapi Brahman selama berabad-abad
menerima kondisi kekurangan pakan, serangan serangga, parasit, penyakit dan
iklim yang ekstrim.
Di
India menjadikan sapi Brahman mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan.
Daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi eropa karena memiliki lebih
banyak kelenjar keringat, kulit berminyak di seluruh tubuh yang membantu
resistensi terhadap parasit. Kharakteristik Sapi Brahman berukuran sedang
dengan berat jantan dewasa antara 800 sd 1100 kg, sedang betina 500-700 kg.
berat pedet yang baru lahir antara 30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan
berat sapih kompettif dengan jenis sapi lainnya. Persentase karkas 48,6 s.d
54,2%, dan pertambahan berat harian 0,83-1,5 kg. Sapi Brahman mempunyai sifat
pemalu dan cerdas serta dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bervariasi.
Sapi ini suka menerima perlakuan halus dan dapat menjadi liar jika menerima perlakuan
kasar. Sapi Brahman warnanya bervariasi, dari abu-abu muda, merah sampai hitam.
Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi jantan warnanya lebih tua dari
betina dan memeliki warna gelap didaerah leher, bahu dan paha bawah.
Sapi
Brahman dapat beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat bertahan
dari suhu 8-105 F, tanpa ganguan selera makan dan produksi susu. Sapi Brahman
banyak dikawin silangkan dengan sapi eropa dan dikenal dengan Brahman Cross
(BX)
1.1.1.2.
Sapi Ongole
Sapi
Ongole berasal dari India, tepatnya di kabupaten Guntur, propinsi Andra
Pradesh. Sapi ini menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Karakteristik
Sapi ongole merupakan jenis ternak berukuran sedang, dengan gelambir yang lebar
yang longgar dan menggantung. Badannya panjang sedangkan lehernya pendek.
Kepala bagian depan lebar diantara kedua mata.Bentuk mata elip dengan bola mata
dan sekitar mata berwarna hitam. Telingan agak kuat, ukuran 20-25 cm, dan agak
menjatuh. Tanduknya pendek dan tumpul, tumbuh kedepan dan kebelakang. Pada
pangkal tanduk tebal dan tidak ada retakan. Warna yang populer adalah putih.
Sapi jantan pada kepalanya berwarna abu tua, pada leher dan kaki kadang-kadang
berwarna hitam. Warna ekor putih, kelopak mata putih dan otot berwarna segar,
kuku berwarna cerah dan badan berwarna abu tua.Sapi ini lambat dewasa, pada
umur 4 tahun mencapai dewasa penuh. Bobot sapi 600 kg pada sapi jantan dan
300-400 kg untuk sapi betina. Berat lahir 20-25 kg. persentase karkas 45-58%
dengan perbandingan daging tulang 3,23 : 1.
1.1.1.3.
Sumba Ongole (SO)
Sapi
ongole (Bos indicus) memerankan peran yang penting dalam sejarah sapi di
Indonesia. Sapi jantan Ongole dibawa dari daerah Madras, India ke pulau
Jawa, Madura dan Sumba. Di Sumba dikenal dengan sapi Sumba Ongole.
Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal jawa dan kemudian dikenal dengan peranakan ongole (PO). Sapi ongole dan PO baik untuk mengolah lahan karena badan besar, kuat, jinak dan bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang minim.
Sapi-sapi ongole asal India dimasukkan kali pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Pulau Sumba, pada awal abad ke 20, sekitar tahun 1906-1907. Dari empat jenis sapi, yang dimasukkan ke Sumba saat itu, yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, dan sapi Ongole, ternyata hanya sapi Ongole yang mampu beradaptasi dengan baik dan berkembang dengan cepat, di pulau yang panjang musim kemaraunya ini. Sekitar tujuh atau delapan tahun kemudian, pada tahun 1914, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Pulau Sumba sebagai pusat pembibitan sapi Ongole murni. Upaya ini disertai dengan memasukkan 42 ekor sapi ongole pejantan, berikut 496 ekor sapi ongole betina serta 70 ekor anakan ongole.
Dalam laporan tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur (1989) tercatat, pada tahun 1915, Pulau Sumba sudah mengekspor enam ekor bibit sapi ongole pejantan. Empat tahun kemudian, pada 1919, ekspor sapi ongole dari Pulau Sumba tercatat sebanyak 254 ekor, dan pada tahun 1929, meningkat mencapai 828 ekor. Sapi-sapi asal Sumba ini pun memiliki merek dagang, sapi Sumba Ongole (SO).
Perkembangan selanjutnya, Sumba kembali ditetapkan sebagai pusat pembibitan sapi ongole murni di masa pemerintahan Presiden Soeharto, melalui Undang-Undang Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 6 Tahun 1967. Sapi ongole memang menjadi ciri khas Pulau Sumba, terutama Sumba Timur. Selain sapi, kekhasan lain Sumba Timur adalah padang rerumputan (sabana). Bentangan sabana kering tampak bagaikan lautan menguning. Kemarau panjang mencapai puncaknya di bulan Oktober. Kondisi alam yang menantang ini menjadi rutinitas bagi sebagian penduduk di Pulau Sumba, yang mengandalkan penghidupan mereka sebagai penggembala.
1.1.1.4. Sapi Hereford
Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal jawa dan kemudian dikenal dengan peranakan ongole (PO). Sapi ongole dan PO baik untuk mengolah lahan karena badan besar, kuat, jinak dan bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang minim.
Sapi-sapi ongole asal India dimasukkan kali pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Pulau Sumba, pada awal abad ke 20, sekitar tahun 1906-1907. Dari empat jenis sapi, yang dimasukkan ke Sumba saat itu, yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, dan sapi Ongole, ternyata hanya sapi Ongole yang mampu beradaptasi dengan baik dan berkembang dengan cepat, di pulau yang panjang musim kemaraunya ini. Sekitar tujuh atau delapan tahun kemudian, pada tahun 1914, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Pulau Sumba sebagai pusat pembibitan sapi Ongole murni. Upaya ini disertai dengan memasukkan 42 ekor sapi ongole pejantan, berikut 496 ekor sapi ongole betina serta 70 ekor anakan ongole.
Dalam laporan tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur (1989) tercatat, pada tahun 1915, Pulau Sumba sudah mengekspor enam ekor bibit sapi ongole pejantan. Empat tahun kemudian, pada 1919, ekspor sapi ongole dari Pulau Sumba tercatat sebanyak 254 ekor, dan pada tahun 1929, meningkat mencapai 828 ekor. Sapi-sapi asal Sumba ini pun memiliki merek dagang, sapi Sumba Ongole (SO).
Perkembangan selanjutnya, Sumba kembali ditetapkan sebagai pusat pembibitan sapi ongole murni di masa pemerintahan Presiden Soeharto, melalui Undang-Undang Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 6 Tahun 1967. Sapi ongole memang menjadi ciri khas Pulau Sumba, terutama Sumba Timur. Selain sapi, kekhasan lain Sumba Timur adalah padang rerumputan (sabana). Bentangan sabana kering tampak bagaikan lautan menguning. Kemarau panjang mencapai puncaknya di bulan Oktober. Kondisi alam yang menantang ini menjadi rutinitas bagi sebagian penduduk di Pulau Sumba, yang mengandalkan penghidupan mereka sebagai penggembala.
1.1.1.4. Sapi Hereford
Sapi
ini turunan dari sapi Eropa yang dikembangkan di Inggris, berat jantan
rata-rata 900 kg dan berat betina 725 kg. Bulunya berwarna merah, kecuali
bagian muka, dada, perut bawah dan ekor berwarna putih. Bentuk badan membulat
panjang dengan ukuran lambung besar. Sebagaian sapi bertanduk dan lainnya tidak.
1.1.1.5.
Shorthorn
Sapi
ini sama dengan Hereford yaitu dikembangkan di negara Inggris. Bobot sapi
jantan 1100 kg dan sapi betina 850 kg. bulunya berbintik merah dan putih.
Bentuk tubuh bagus dengan punggung lurus. Pertumbuhan ototnya kompak. Sebagian
sapi bertanduk pendek, tetapi kebanyakan tidak bertanduk.
1.1.1.6.
Brangus
Sapi Brangus merupakan
persilangan sapi betina Brahman dan pejantan Angus. Ciri khasnya adalah warna
hitam dengan tanduk kecil. Sifat Brahman yang diwarisi brangus adalah adanya
punuk, tahan udara panas, tahan gigitan serangga dan mudah menyesuaikan diri
dengan pakan yang mutunya kurang baik. Sedangkan sapi Angus yang diturunkan
produktifi tas dagingnya tinggi dan persentase karkasnya tinggi.
1.1.1.7. Aberden Angus
Sapi angus
(Aberden Angus) berasal dari Inggris dan Skotlandia. Sapi ini tidak memiliki
tanduk umur dewasa sapi Angus adalah 2 tahun, hasil karkas tinggi, sebagai
penghasil daging dan tidak digunakan untuk menghasilkan susu.
Anak sapi ukurannya kecil sehingga induk tidak banyak mengalami banyak stres pada saat melahirkan pedet. Untuk memperbaiki genetik sapi angus sering di kawin silangkan dengan sapi lain, misalnya sapi Brahman. Hasil persilangan disebut Brangus (Brahman Angus). Contoh gambar sapi Angus jantan tertera pada gambar 11. Di Indonesia sapi angus di perkenalkan pada tahun 1973 dari Selandia Baru di di beberapa tempat di Jawa Tengah. Ciri sapi ini berbulu hitam legam, berukuran agak panjang, keriting dan halus. Tubuhnya kekar padat, rata, panjang dan ototnya kompak. Sapi tidak bertanduk dan kakinya pendek. Berat sapi jantan 900 kg, sedangkan betina 700 kg. persentase karkas 60%, dengan mutu daging sangat baik dan lemak menyebar dengan baik di dalam daging.
Anak sapi ukurannya kecil sehingga induk tidak banyak mengalami banyak stres pada saat melahirkan pedet. Untuk memperbaiki genetik sapi angus sering di kawin silangkan dengan sapi lain, misalnya sapi Brahman. Hasil persilangan disebut Brangus (Brahman Angus). Contoh gambar sapi Angus jantan tertera pada gambar 11. Di Indonesia sapi angus di perkenalkan pada tahun 1973 dari Selandia Baru di di beberapa tempat di Jawa Tengah. Ciri sapi ini berbulu hitam legam, berukuran agak panjang, keriting dan halus. Tubuhnya kekar padat, rata, panjang dan ototnya kompak. Sapi tidak bertanduk dan kakinya pendek. Berat sapi jantan 900 kg, sedangkan betina 700 kg. persentase karkas 60%, dengan mutu daging sangat baik dan lemak menyebar dengan baik di dalam daging.
1.1.1.8. Santa Gertrudis
Sapi ini persilangan dari sapi jantan Brahman dengan sapi betina Shorthorn, dikembangkan pertama kali di King Ranch Texas AS tahun 1943 dan pada tahun 1973 masuk ke Indonesia. Bobot.jantan rata-rata 900.kg dan bobot betina 725.kg. Badan sapi besar dan padat, Seluruh tubuh dipenuhi bulu pendek dan halus serta berwarna merah kecoklatan, Punggungnya lebar dan dada berdaging tebal, Kepala lebar, dahi agak berlekuk dan mukanya lurus, Gelambir lebar berada di bawah leher dan perut, Sapi jantan berpunuk kecil dan kepalanya bertanduk. Berat sapi jantan mencapai 900 kg sedang betina 725 kg. Dibanding sapi Eropa sapi Santa Gertrudis mempunyai toleransi terhadap panas yang lebih baik dan pakan yang sederhana dan tahan gigitan caplak.
1.1.1.9.
Droughmaster
Merupakan
persilangan antara betina Brahman dengan jantan Shorthorn, dikembangkan di
Australia. Banyak dijumpai di peternakan besar di Indonesia. Sifat Brahman
lebih dominan, badannya besar dan otot padat. Warna bulu merah coklat muda
hingga merah atau cokelat tua. Pada ambing sapi betina terdapat bercak putih.
Contoh gambar sapi Droughmaster .
1.1.1.10.
Australian Commercial Cross (ACC)
Sapi
Australian Commercial Cross (ACC) yang digunakan sebagai sapi bakalan pada
usaha penggemukan sapi di Indonesia merupakan hasil persilang- an sapi-sapi di
Australia yang tidak diketahui dengan jelas asal usul maupun proporsi darahnya.
Dari beberapa informasi yang telah ditelusuri, diketahui bahwa sapi ACC berasal
dari peternakan sapi di Australia Utara (Northern Territory). Sapi ACC tersebut
dapat berupa sapi Shorthorn Cross (SX), Brahman Cross maupun sapi hasil
persilangan sapi-sapi Australia yang cenderung masih mempunyai darah Brahman
(Ngadiyono, 1995). Meskipun demikian pengamatan terhadap sapi-sapi bakalan ACC
yang diimpor ke Indonesia menunjukkan bahwa secara fenotipik, karakteristik fi
sik sapi ACC lebih mirip sapi Hereford dan Shorthorn yakni tubuh lebih pendek
dan padat, kepala besar, telinga kecil dan tidak menggantung, tidak mempunyai
punuk dan gelambir, kulit berbulu disekitar kepala, pola warna bervariasi
antara warna sapi Hereford dan Shorthorn (Hafi d, 1998). Menurut Australian
Meat and Livestock Corporation (1991), sapi ACC merupakan campuran dari Bos
Indicus (sapi Brahman) dan Bos Taurus (Sapi British, Shorthorn dan Hereford),
sehingga sapi ini mempunyai karakteristik menguntungkan dari kedua bangsa
tersebut, yaitu mudah beradaptasi terhadap lingkungan sub optimal seperti
Brahman dan mempunyai pertumbuhan yang cepat seperti sapi British. Hafi d dan
Hasnudi (1998) telah membuktikan bahwa sapi bakalan ACC yang kurus jika
digemukkan singkat (60 hari) akan sangat menguntungkan sebab sapi ini
menghasilkan pertambahan bobot badan harian ±1.61 kg/hari dengan konversi pakan
8.22 dibandingkan jika digemukkan lebih lama (90 atau 120 hari).
Beattie (1990), menyatakan bahwa Northern Territory, Kimberley dan Quensland merupakan tempat pengembang an sapi ACC di Australia yang memiliki sapisapi Eropa antara lain Shorthorn dan Hereford serta sapi India (Zebu) yaitu sapi Brahman. Program ini telah menghasilkan beberapa bangsa hasil persilangan seperti Santa Gertrudis, Braford, Droughmaster dan sapi-sapi persilangan lain yang masih mempunyai darah Brahman.Sapi Shorthorn berasal dari Inggris dan merupakan tipe daging dengan bobot jantan dan betina dewasa masingmasing mencapai sekitar 1.000 kg dan 750 kg (Pane, 1986). Sifat yang menonjol yaitu temperamen yang baik dan pertumbuhan yang cepat pada pemeliharaan secara feedlot (Blakely dan Bade, 1992).
Sapi Shorthorn dimasukkan ke Australia pada abad ke 19. Kemudian di CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton disilangkan dengan sapi Hereford dan menghasilkan sapi Hereford Shorthorn (HS) dengan proporsi darah 50% Hereford dan 50% Shorthorn (Turner, 1977; Vercoe dan Frisch, 1980).
Beattie (1990), menyatakan bahwa Northern Territory, Kimberley dan Quensland merupakan tempat pengembang an sapi ACC di Australia yang memiliki sapisapi Eropa antara lain Shorthorn dan Hereford serta sapi India (Zebu) yaitu sapi Brahman. Program ini telah menghasilkan beberapa bangsa hasil persilangan seperti Santa Gertrudis, Braford, Droughmaster dan sapi-sapi persilangan lain yang masih mempunyai darah Brahman.Sapi Shorthorn berasal dari Inggris dan merupakan tipe daging dengan bobot jantan dan betina dewasa masingmasing mencapai sekitar 1.000 kg dan 750 kg (Pane, 1986). Sifat yang menonjol yaitu temperamen yang baik dan pertumbuhan yang cepat pada pemeliharaan secara feedlot (Blakely dan Bade, 1992).
Sapi Shorthorn dimasukkan ke Australia pada abad ke 19. Kemudian di CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton disilangkan dengan sapi Hereford dan menghasilkan sapi Hereford Shorthorn (HS) dengan proporsi darah 50% Hereford dan 50% Shorthorn (Turner, 1977; Vercoe dan Frisch, 1980).
1.1.1.11.
Sapi Brahman Cross
Minish
dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara komersial
jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford
Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman
Cross (BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas
dan gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek serta mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Menurut Turner (1977) sapi Brahman Cross
(BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle Research
Centre di Rockhampton Australia. Materi dasarnya adalah sapi American Brahman,
Hereford dan Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah
Hereford dan 25% darah Shorthorn. Secara fi sik bentuk fenotif sapi BX lebih
cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya yang lebih
dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan telinga
besar menggantung. Sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi
tetuanya. Sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti: persentase
kelahiran 81.2%, (2) rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai
212 kg dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal
sampai umur 7 hari sebesar 5.2%, mortalitas sebelum disapih 4.4%, mortalitas
lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2% dan mortalitas dewasa sebesar
0.6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal
rendah dengan pengeluaran panas yang efektif, (5) ketahanan terhadap parasit
dan penyakit sangat baik, serta (6) efi siensi penggunaan pakan terletak antara
sapi Brahman dan persilangan Hereford Shorthorn (Turner, 1977).
Menurut Winks et al. (1979), jantan kebiri sapi BX di daerah tropik Quensland secara normal performansnya di bawah bangsa sapi eropa. Pada lingkungan beriklim sedang, steer sapi Hereford lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan sapi BX. Lebih lanjut dijelaskan, pada bobot hidup fi nishing yang sama produksi karkas sapi BX lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase karkas (dressing percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi Shorthorn terletak antara sapi Brahman dan Hereford. Persentase karkas sapi Hereford lebih rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. Karkas sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih tinggi dibanding kan sapi Shorthorn dan BX. kadar lemak bervariasi mulai dari 4.2% sampai 11.2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada Shorthorn.
Di Indonesia, sapi BX diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan:
Menurut Winks et al. (1979), jantan kebiri sapi BX di daerah tropik Quensland secara normal performansnya di bawah bangsa sapi eropa. Pada lingkungan beriklim sedang, steer sapi Hereford lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan sapi BX. Lebih lanjut dijelaskan, pada bobot hidup fi nishing yang sama produksi karkas sapi BX lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase karkas (dressing percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi Shorthorn terletak antara sapi Brahman dan Hereford. Persentase karkas sapi Hereford lebih rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. Karkas sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih tinggi dibanding kan sapi Shorthorn dan BX. kadar lemak bervariasi mulai dari 4.2% sampai 11.2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada Shorthorn.
Di Indonesia, sapi BX diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan:
•
persentase beranak 40.91%,
•
calf crop 42.54%,
•
mortalitas pedet 5.93%,
•
mortalitas induk 2.92%,
•
bobot sapih umur 8-9 bulan 141.5 kg (jantan) dan 138.3 kg (betina),
•
pertambahan bobot badan se-belum disapih sebesar 0.38 kg/hari (Hardjosubroto,
1984;
Ditjen Peternakan dan Fapet UGM, 1986).
Sebagian
besar sapi di Australia merupakan sapi American Brahman dan Santa Gertrudis
yang di impor dari Amerika. Persilangan antara kedua bangsa sapi ini dengan
sapi Zebu menghasilkan bangsa sapi yang sama dengan sapi American Brahman dan
Santa Gertrudis yakni Brangus dan Braford. Persilangan lebih lanjut
menghasilkan sapi Droughtmaster yang merupakan hasil persilangan dengan
komposisi darah 3/8-5/8 darah Zebu utamanya American Brahman yang di impor dari
Texas (Payne, 1970). Sementara sapi Brangus mempunyai komposisi darah 5/8 Angus
dan 3/8 Brahman (Minish dan Fox, 1979).
1.1.1.13. Sapi Simmental
Sapi
simental berasal dari Swiss, dipublikasikan pertama kali pada tahun 1806.
Pemanfaatan sapi Simental untuk produksi susu, mentega (butter), keju dan
daging serta dimanfaatkan untuk hewan penarik beban. Pada awal 1785
parlemen Swiss membatasi ekpor sapi Simental karena mereka kekurangan sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemudian sapi disebar pada 6 benua. Jumlah sapi Simental diperkirakan sekitar 60 juta ekor.
parlemen Swiss membatasi ekpor sapi Simental karena mereka kekurangan sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemudian sapi disebar pada 6 benua. Jumlah sapi Simental diperkirakan sekitar 60 juta ekor.
Pada
tahun 1990 bulu sapi Simental berwarna kuning, merah dan putih. Pada dewasa ini
kebanyakan berwarna hitam. Peternak berkeyakinan sapi hitam mempunyai harga
yang lebih baik. Sapi Simental adalah jenis sapi jinak dan mudah untuk
dikelola, dan dikenal.
1.1.1.12. Sapi Limousin
1.1.1.12. Sapi Limousin
Sapi
Limousine merupakan keturunan sapi eropa yang berkembang di Perancis. Tingkat
pertambahan badan yang cepat perharinya 1,1.kg. Contoh sapi Limousine tertera
pada gambar 15. Ukuran tubuhnya besar dan panjang serta dadanya besar dan
berdaging tebal. Bulunya berwarna merah mulus. Sorot matanya tajam, kaki tegap
dengan warna pada bagian lutut kebawah berwarna terang. Tanduk pada sapi jantan
tumbuh keluar dan agak melengkung. Bobot sapi jantan 850 kg dan betina 650 kg.
dengan pola daging yang ekstrim. Sapi yang asli badannya besar dengan tulang iga dangkal, tetapi akhir-akhir ini ukuran sedang lebih disenangi. Sapi jantan beratnya 1000 sd 1400 kg, sedang betina 600-850 kg. masa produktif sapi betina antara 10-12 tahun.
Sapi Simental dikembangkan Indonesia tahun 1985 melalui semen beku yang dikawinkan dengan sapi PO. Anak sapi yang berumur 2 bulan pertumbuhannya pesat sekali. Sapi berumur 23 bulan dapat mencapai bobot 800 kg dan pada umur 2,5 tahun mencapai 1.100 kg. Di Jawa sapi Simental dikawinkan dengan sapi Friesian Holstein, untuk mendapatkan sapi yang performasinya lebih baik. Perkawinannya dilakukan dengan cara IB, dimana semen yang di pilih sudah diketahui jenis kelaminnya. Anak simental yang dikehendaki adalah yang jantan, karena jika betina produksi susunya dan dagingnya kurang baik.
dengan pola daging yang ekstrim. Sapi yang asli badannya besar dengan tulang iga dangkal, tetapi akhir-akhir ini ukuran sedang lebih disenangi. Sapi jantan beratnya 1000 sd 1400 kg, sedang betina 600-850 kg. masa produktif sapi betina antara 10-12 tahun.
Sapi Simental dikembangkan Indonesia tahun 1985 melalui semen beku yang dikawinkan dengan sapi PO. Anak sapi yang berumur 2 bulan pertumbuhannya pesat sekali. Sapi berumur 23 bulan dapat mencapai bobot 800 kg dan pada umur 2,5 tahun mencapai 1.100 kg. Di Jawa sapi Simental dikawinkan dengan sapi Friesian Holstein, untuk mendapatkan sapi yang performasinya lebih baik. Perkawinannya dilakukan dengan cara IB, dimana semen yang di pilih sudah diketahui jenis kelaminnya. Anak simental yang dikehendaki adalah yang jantan, karena jika betina produksi susunya dan dagingnya kurang baik.
1.1.1.14.
Sapi PO
Sapi
Peranakan Ongole (PO) merupakan persilangan antara sapi Ongole dengan sapi-sapi
lokal yg ada di Jawa dan Sumatera. Ponok dan gelambir kelihatannya kecil atau
tidak ada sama sekali. Warna bulu sangat bervariasi, tetapi pada umumnya
berwarna putih atau putih keabu-abuan. Banyak terdapat di pulau Jawa terutama
Jawa Tengah dan Jawa Timur.
1.1.2.
Sapi Tipe Pekerja
Sapi-sapi
yang di masukkan dalam kelompok sapi tipe pekerja pada umumnya mempunyai
tubuh yang besar, perototannya kuat, tulangnya kuat dan besar serta tidak
ada pelekatan lemak dibawah kulit. Mempunyai kulit kuat dan tahan terhadap
berbagai cuaca. Sapi-sapi asli dari Indonesia pada umumnya termasuk dalam
kelompok sapi tipe pekerja, sebagai contoh sapi bali, sapi madura dan sapi
grati.
1.1.2.1. Sapi Bali
1.1.2.1. Sapi Bali
Ditinjau dari sistematika
ternak, sapi Bali masuk familia Bovidae, Genus bos dan Sub-Genus Bovine. yang
termasuk dalam sub-genus tersebut adalah; Bibos gaurus, Bibos frontalis dan
Bibos sondaicus, sedang Williamson dan Payne menyatakan bahwa sapi Bali
(Bos-Bibos Banteng) yang spesies liarnya adalah banteng termasuk Famili
bovidae, Genus bos dan sub-genus bibos. Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus
antara lain; warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi
hitam. Satu karakter lain yakni perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna
hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda keemasan yang diduga karena
makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testis. Sapi Bali
merupakan sapi asli Indonesia, yang didomestikasi dari spesies banteng (Bibos
Banteng).
Tujuan utama pemeliharaan digunakan sebagai
penghasil daging, kerja penarik bajak, dan kultur sosial lainnya. Sampai saat
ini telah di distribusikan pada 22 propinsi. Warna sapi jantan adalah merah
kecoklatan, dengan warna putih pada sekitas pantat. Sedangkan sapi betina
kuning kemerah-merahan sampai coklat dengan warna putih pada sekitas pantan dan
paha. Bentuk tanduk pada sapi jantan berbentuk U. Menurut Hardjosubroto (1994)
bahwa ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai sapi Bali murni, yaitu
warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki
bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung
ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis
hitam) yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang
paling edial disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan
tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok keatas, kemudian
pada ujungnya membengkok sedikit keluar.Pada yang betina bentuk tanduk yang
ideal yang disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis
dengan dahi arah kebelakang sedikit melengkung kebawah dan pada ujungnya
sedikit mengarah kebawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam.
1.1.2.2.
Sapi Madura
Sapi Madura merupakan hasil persilangan sapi Bali (Bibos banteng), sapi Ongole (Bos indicus) dan sapi Jawa (bos javanicus). Warna sapi merah kecoklatan tanpa warna putih di pantat. Keseragaman jenis sapi telah dikembangkan oleh orang madura. Secara umum tubuh kecil dan berkaki pendek. Sapi jantan mempunyai punuk yang berkembang baik dan jelas, sedangkan sapi betina tidak berpunuk. Sumber : Ensiklopedi Wikipedia, 2007 Pada kepala terdapat tanduk kecil, melengkung ke depan dan melingkar seperti bulan sabit. Bobot sapi jantan 300 kg dan sapi betina 250 kg. berat pedet pada waktu lahir 12-18 kg. umur dewasa kelamin 20-24 bulan. Pertambahan berat badan 0,25-0,6 kg per hari. Persentase karkas 48-63% dan perbandingan daging tulang adalah 5,84 :1. Sapi Madura banyak digunakan untuk lomba pacuan sapi yang dikenal dengan karapan sapi.
1.1.3.
Sapi Tipe Perah
Sapi
perah adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan memproduksi air susu dalam
jumlah yang cukup banyak. Sapi perah pada umumnya mempunyai bentuk tubuh bagian
belakang melebar kesegala arah sehingga terdapat kebebasan untuk pertumbuhan
ambing atau mempunyai bentuk trapesium. Jenis sapi perah antara lain:
1.1.3.1.
Sapi FH
Sapi
FH sangat populer sebagai sapi perah. Pertama dibawa dari pulau Fries Land
barat Belanda dan sebagian dari Australia serta Selandia baru, Amerika, Kanada,
dan Jepang. Warnanya putih dan hitam dan sangat disukai peternak.
Sapi FH memiliki performansi yang baik sebagai penghasil daging dan susu. Distribusinya sebagian di dataran tinggi (700 m di atas permukaan laut) dengan temperatur antara 16-23o C, lembab dan basah di pulau Jawa.
Sapi Holsteins dapat dikenali dengan cepat dari warnanya yaitu putih dan hitam/merah serta produksi susunya yang tinggi. Berat pedet yang baru lahir dapat mencapai 45 kg, berat dewasa dapat mencapai 750 kg dengan tinggi 58 inchi.
Sapi dara dapat dikawinkan pada umur 15 bulan, jika berat badan sudah mencapai 400 kg, diharapkan umur pada waktu pertama kali melahirkan antara 24-27 bulan. Lama kebuntingan sekitar 9 bulan. Dengan lama produksi sekitar 6 tahun. Produksi susunya di Amerika 8.000 liter dengan lemak 330 kg dan protein 275 kg per ekor per tahun. Di Indonesia produksi susu masih rendah, pertahun berkisar 3.000 liter.
Sapi FH memiliki performansi yang baik sebagai penghasil daging dan susu. Distribusinya sebagian di dataran tinggi (700 m di atas permukaan laut) dengan temperatur antara 16-23o C, lembab dan basah di pulau Jawa.
Sapi Holsteins dapat dikenali dengan cepat dari warnanya yaitu putih dan hitam/merah serta produksi susunya yang tinggi. Berat pedet yang baru lahir dapat mencapai 45 kg, berat dewasa dapat mencapai 750 kg dengan tinggi 58 inchi.
Sapi dara dapat dikawinkan pada umur 15 bulan, jika berat badan sudah mencapai 400 kg, diharapkan umur pada waktu pertama kali melahirkan antara 24-27 bulan. Lama kebuntingan sekitar 9 bulan. Dengan lama produksi sekitar 6 tahun. Produksi susunya di Amerika 8.000 liter dengan lemak 330 kg dan protein 275 kg per ekor per tahun. Di Indonesia produksi susu masih rendah, pertahun berkisar 3.000 liter.
1.1.3.2.
Sapi Grati
Sapi
grati merupakan hasil persilangan sapi FH dengan sapi Jawa-ongole. Sapi Grati
dikembangkan di dataran rendah di daerah Grati, Jawa Timur. Populasi sapi Grati
sekitar 10.000 ekor.
1.1.3.3.
Sapi Jersey
Sapi Jersey berasal dari pulau Jersey di Inggris, digunakan sebagai penghasil susu. Ukuran sapi kecil berkisar 360 sampai 540 kg untuk sapi betina dan 540 sd 820 kg untuk sapi pejantan. Kandungan lemak susu pada susu sapi jersey tinggi. Jenis sapi ini belum ada di Indonesia. Warna sapi bervariasi dari abu-abu terang sampai hitam. Paha, kepala dan bahu sapi warnanya lebih gelap daripada warna tubuhnya. Sumber: Wikipedia, 2007
1.1.3.4.
Sapi Sahiwal Cross
Habitat
asli sapi Holstein di Holland memang beda dengan kondisi Indonesia. Kondisi
disini mencakup: iklim, fauna dan vegetasi sebagai pensuplai nutrisi (pakan).
Holstein murni memang kurang nyaman bila dipaksa tinggal dan bermukim di negeri
kita. Kalau dipaksa, tentu bisa bertahan hidup, karena Holstein memang punya
daya adapatasi yang cukup baik. Untuk di Indonesia, sapi perah biasanya
dipelihara dengan penyediaan pakan yang tidak maksimal. Penyediaan rumput
berkualitas rendah tidak cukup untuk mensuplai kebutuhan energi untuk hidup
pokok. Setelah kebetuhan hidup pokok terpenuhi maka ternak baru akan
menggunakan suplai energinya untuk memproduksi susu. Jadi ada korelasi yang
sangat signifi kan antara pakan dan poduksi susu disamping dukungan faktor
genetik. Max Dowell, ahli genetik sapi perah dari Cornell menyarankan, sapi
perah yang cocok dengan iklim Indonesia dengan mengawinsilangkan sapi FH dengan
sapi perah daerah tropis, misalnya sapi sahiwal dari India. Kapasitas produksi
Holstein silangan ini tentu tidak sebagus Holstein aslinya, tapi sapi hybreed
ini kampiun dalam mempertahankan diri terhadap sengatan panas dan kelembaban yg
tinggi, tahan terhadap serangan serangga dan parasit.
Mikroba rumen yang hidup di dalamnya juga mampu mencerna vegetasi yang khas untuk daerah tropis, yang notabene mengandung serat kasar dan lignin yang tinggi. Ukuran tubuhnya yang lebih ramping, juga lebih pas untuk daerah tropis.
Berat sapi dewasa sekitar 300-400 kg, berat lahir 18-23 kg. Produksi susu pertahun 1.800 kg, dengan lama laktasi 220 hari, dewasa kelamin pada umur 16 bulan.
Mikroba rumen yang hidup di dalamnya juga mampu mencerna vegetasi yang khas untuk daerah tropis, yang notabene mengandung serat kasar dan lignin yang tinggi. Ukuran tubuhnya yang lebih ramping, juga lebih pas untuk daerah tropis.
Berat sapi dewasa sekitar 300-400 kg, berat lahir 18-23 kg. Produksi susu pertahun 1.800 kg, dengan lama laktasi 220 hari, dewasa kelamin pada umur 16 bulan.
Jenis Sapi Potong di Indonesia
Indonesia memiliki beberapa jenis
sapi yang merupakan jenis sapi asli maupun jenis sapi import dengan keunggulan
masing-masing. Diantaranya adalah:
1. Black Angus, di luar
negeri terutama Australia sapi ini dikenal memiliki kualitas daging yang sangat
baik dan harga yang lebih tinggi dibandingkan daging dari sapi jenis lainnya.
Di Indonesia jenis yang dapat ditemui adalah Brangus (Brahman Angus) yang
dikembangkan oleh peternakan Tapos.
2. Brahman, merupakan sapi
zebu (Bos Indicus) asal India yang tahan terhadap gigitan serangga &
caplak, mampu beradaptasi dengan cuaca tropis & bisa beradaptasi dengan
pakan kualitas rendah. Sapi jenis ini kemudian dikawinkan dengan sapi jenis Bos
Taurus asal Eropa agar sapi Eropa yang memiliki bobot lebih besar &
kenaikan berat bdan lebih cepat bisa di kembangkan di daerah tropis. NTT
merupakan lumbung sapi jenis ini yang didatangkan langsung dari negara asalnya
dan saat ini dikenal sebagai Sumba Ongole.
3. Limousine, merupakan sapi
Bos Taurus asal Eropa yang memiliki peningkatan berat badan harian (ADG ~
Average Daily Gain) mencapai 2 kg/hari dengan berat total yang dapat mencapai
1.2 ton. Sapi kualitas terbaik dengan mudah dapat ditemui di Jawa Timur &
Jawa Tengah.
4. Simental, sapi jenis ini
merupakan idola dikalangan peternak karena seperti limousine jenis ini memiliki
ADG mencapai 2 kg/hari bahkan ada peternak yang mengaku bisa mencapai 3 kg/hari
dengan berat total mencapai 1.4 ton.
5. FH (Sapi Perah), selain
menghasilkan susu, sapi perah jantan yang bisa mencapai berat 1 ton dan ADG
diatas 1kg/hari sering dimanfaatkan sebagai sapi potong. Agar dapat beradaptasi
dengan kondisi Indonesia, sapi jenis ini telah dikawinkan dengan sapi lokal
terutama Peranakan Ongole (PO) dan banyak ditemukan di sentra susu seperti
Malang, Bandung, Boyolali dan banyak tempat lainnya. Harganya relatif murah
karena karkas yang dihasilkan tidak terlalu tinggi.
Selain ke 5 jenis sapi yg
ditampilkan diatas, masih ada jenis sapi lokal yang menjadi idola di kalangan
pemotong yaitu sapi Bali (Bos Sondaicus) yang merupakan sapi hasil
domestifikasi selama berabad-abad dari banteng liar. Memiliki keunggulan berupa
persentase karkas yang tinggi mencapai 60% dan memiliki kualitas daging yang
bagus dan disukai pembuat bakso.
Masih ada pula jenis lain seperti
sapi Aceh, sapi Madura & sapi Kupang yang memiliki perawakan jauh lebih
kecil dibanding sapi potong jenis lain.
Dikalangan peternak populer dengan nama sapi
metal , padahal sapi tersebut bernama
asli simmental , bahkan sapi limousin pun salah kaprah disebut sapi metal . Di
daerah jawa timur bahkan lebih salah kaprah lagi sapi jenis simmental dan
limousin dinamakan sapi brahman ? untuk itu mari kita sejenak memahami ciri
dari sapi tersebut agar tak salah kaprah lagi.Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus (Talib dan Siregar, 1999), berasal dari daerah Simme di negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan Amerika, merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat kemerahan (merah bata), dibagianmuka dan lutut kebawah serta ujung ekor ber warna putih, sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasanya 800 kg (Anonimus, 2002b).
Sapi Limousin adalah bangsa Bos turus (Talib dan Siregar, 1999),
dikembang-kan pertama di Perancis, merupakan tipe sapi pedaging dengan perototan yang lebih baik dari Simmental, warna bulu coklat tua kecuali disekitar ambing berwarna putih serta lutut kebawah dan sekitar mata berwarna lebih muda (Anonimus, 2002b).
Secara genetik, sapi Simmental atau Limousin adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi danmetabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur (Anonimus, 2002b) ; sedangkan sapi Ongole adalah tipe sedang yang berasal dari daerah beriklim panas, merupakan sapi tipe kecil sampai sedang sehingga dapat dikembangkan pada kondisi tatalaksana pemeliharaan yang ekstensif (Atmadilaga, 1983).
Sapi SIMPO adalah perkawinan silang antara sapi simmental dan sapi peranakan ongole atau PO. Cirinya tidak bergumba dan tidak bergelambir ; warna bulu merah bata, merah tua atau coklat muda, putih kekuningan dan doreng (loreng hitam, putih, me-rah bata dan coklat). Ciri khas sapi SIMPO adalah ada warna bulu putih berbentuk segitiga diantara kedua tanduknya.
Sapi LIMPO adalah perkawinan antara sapi limousin dan sapi peranakan ongole atau PO. Cirinya berpunuk dan tidak bergelambir ; warna bulunya hanya coklat tua atau kehitaman dan coklat muda.
Sapi Ongole berasal dari India, termasuk bangsa Bos indicus, tipe sapi kerja dan pedaging (Siregar dkk., 2003), disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO) melalui grading up dengan induk sapi jawa dihasilkan sapi Peranakan Ongole (Hardjosubroto dan Astuti, 1994). Warna bulu sapi Ongole putih abu-abu de ngan warna hitam disekeliling mata, mempunyai gumba dan gelambir yang besar menggelantung, saat mencapai umur dewasa yang jantan mempunyai berat badan kurang dari 600 kg dan yang betina 450 kg (Atmadilaga, 1983).
rahman Bull
Brahman Bull merupakan variasi dari sapi Brahman. Sapi ini
berasal dari India dan merupakan binatang yg dianggap suci, namun dalam
perkembangannya Brahman Bull banyak dikembangkan di Amerika. Sapi Brahman Bull
yang ada di Indonesia berasal dari Amerika. Secara umum Brahman Bull relatif
tahan terhadap penyakit dan mempunyai variasi wana kulit yang beragam dari yang
berwarna putih, coklat sampai yang kehitaman, Brahman memiliki kualitas karkas
yang bagus. Bobot jantan rata-rata 800 kg sedangkan bobot betina rata-rata 550
kg.
Brahman
Sapi ini berasal dari India dan merupakan binatang yg
dianggap suci, namun dalam perkembangannya Brahman banyak dikembangkan di
Amerika. Sapi Brahman yang ada di Indonesia berasal dari Amerika. Secara umum
Brahman relatif tahan terhadap penyakit dan mempunyai variasi wana kulit yang
beragam dari yang berwarna putih, coklat sampai yang kehitaman. Brahman
memiliki kwalitas karkas yang bagus. Bobot jantan rata-rata 800 kg sedangkan
bobot betina rata-rata 550 kg.
Angus
Angus merupakan sapi yang mempunyai tingkat kualitas karkas
yang sangat bagus, serta mempunyai ketahanan terhadap penyakit dan merupakan
keturunan dari sapi Brahman. Sapi ini masuk ke Indonesia melalui Selandia Baru.
Bobot rata rata pejantan angus 900 Kg, sedangkan bobot rata rata betinanya 700
kg. Sapi ini juga mempunyai tingkat produktivitas dalam berkembang biak yang
sangat bagus, dimana betinannya mempunyai kemampuan yang sangat bagus untuk
berkembang biak dan menyusui anaknya
DIAMOND LIMOUSINE
Merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.
Sapi jenis inilah yang merajai pasar-pasar sapi di Indonesia dan merupakan sapi
primadona untuk penggemukan dengan harganya relatif mahal karena sapi ini
mempunyai tingkat ADG yang tinggi
FRIESIAN - HOLSTEIN
Fresian merupakan sapi penghasil susu yg paling utama di
dunia. Sapi ini mempunyai produktivitas yang sangat baik.
BEEF MASTER
Beef master merupakan persilanagan antara sapi
Brahman-Hereford-shorthorn yang dikembangkan pertama kali oleh Mr. Lasater.
Kombinasi antara ketiga sapi diatas menghasilkan sapi yang superior
SHORTHORN
Sapi ini dikembangkan di negara Inggris. Bobot jantan
rata-rata 1100 kg sedangkan bobot betina rata-rata 850 kg dengan warna
merah, putih, merah dan putih. Mempunyai bentuk putting susu yang baik dan
produksi susunya pun baik. Anaknya kecil , namun akan tumbuh dengan cepat
besar. Kualitas dagingnya baik. Berasal dari Inggris bagian Utara, sebagai sapi
perah. Di eksport ke Amerika pertama kali pada tahun 1780. Disebut juga sebagai
sapi jenis DURHAM
Red Angus
Tidak bertanduk. Sangat mudah berkembang biak. Cepat dewasa.
Kualitas dagingnya bagus. Hasil kawin silang antara sapi asli di Aberdeenshire
( Inggris ) dengan sapi asli dari Angus ( Skotlandia ). Pertama di eksport ke
benua lain tahun 1873.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar